“cita-citaku sederhana, aku cuma mau punya keluarga yang harmonis. itu aja.”
begitu keluar rumah, karin mendapati sosok kemal sudah berdiri disamping pintu mobil. pacarnya itu sedang melamun disana sambil memperhatikan sesuatu. karin mengikuti arah pandang kemal— menuju ke arah sebuah rumah minimalis, yang terasnya diisi oleh satu keluarga harmonis yang sedang asik bercengkerama.
kemal termenung lama, menatapi keluarga itu dengan sepasang netra yang kian lama makin terlihat sendu. dadanya sedikit sesak, tapi ia berusaha menampilkan segaris senyum tipis. kemudian karin beranjak memeluk lengan kemal, menyadarkan lelaki itu untuk kembali ke realita.
“hei, ngelamun aja nih,” kata karin.
kemal mengerjap, “eh— hai, kamu udah siap?”
karin tersenyum, “udah dong!” kemudian ia menoleh lagi ke rumah sebelah. “itu tetangga tante joya, baru pindah seminggu yang lalu. tau gak, mal? nama anak mereka sama kayak kamu, dipanggil kemal juga.”
sudut bibir kemal terangkat lagi membentuk senyum kecil. ia memperhatikan sosok bocah laki-laki yang ada dalam teras rumah itu sedang dipeluk hangat oleh kedua orang tuanya, “seenggaknya dia lebih beruntung.”
“kamu juga beruntung. kan kamu punya aku,” ujar karin. gadis itu maju selangkah memeluk leher kemal sembari mengelus surai hitam legam milik pacarnya.
guratan senyum di bibir kemal tercipta kembali, karin memang paling tau cara untuk menghibur di kala ia sedang dilanda sedih. kemal lalu merengkuh pinggang karin untuk membalas pelukan gadis itu.
“i have something for you,” kata kemal sambil membuka pintu mobil lagi, mengeluarkan sesuatu dari sana sebelum memberikannya pada karin.
“hamster??!” pekik karin kegirangan, refleks sedikit melompat senang begitu kandang berisi hamster itu sudah ada di tangannya. sepasang mata karin berbinar seperti baru saja menemukan harta karun paling berharga.
“aku tau akhir-akhir ini kamu sering ngelike postingan tentang hamster di twitter, waktu itu juga pernah cerita kepengen melihara hamster kan?” kata kemal menjelaskan, karin terharu melihat pacarnya mengingat sedetail itu. “ini hamsternya dirawat yang bener, jangan sampe kamu makan ya,”
karin mendelik, “emangnya muka aku keliatan kayak orang yang bakal makan hamster?”
“iya,” jawab kemal, bercanda. “ini hamster harus dikasih makan setiap hari. makanannya udah aku siapin disini. kalo mau dibiarin keluar, pastiin kamu jagain dia. kalo gak dijagain, nanti dia bisa kabur atau mati.”
karin mengangguk paham. setelah menaruh hamster di dalam rumah, karin beranjak naik ke dalam mobil kemal. lagi dan lagi, lelaki itu gemar sekali memberikan kejutan tanpa henti.
“ini apaan, mal?”
“ini jimat, dijaga baik-baik ya,” kata kemal, tentu saja bercanda, sambil memasangkan kalung berliontin k di leher karin. dengan sigap karin mengangkat rambutnya ke atas. “liontin huruf k ini jadi representasi dari nama kamu dan nama aku, biar kamu inget diri kamu sendiri dan inget aku juga. kalo kamu lagi kesepian, remember that i'll always here.”
karin tersenyum lantas memberikan satu kecupan di pipi pacarnya. “makasih banyak, kemal.”
kemal ikut mengulas senyum, “rin, hari ini mamaku juga ulang tahun. jadi aku mau bawa kamu kenalan sama mama. gapapa kan?”
rumah sakit jiwa.
mata karin membelalak membaca deretan huruf yang tersusun di atas sebuah gedung, ia pikir kemal salah tujuan atau mungkin tersasar di tempat seperti ini. tapi saat karin menyadari bahwa mobil yang ditumpanginya kini berhenti total, ia seratus persen yakin bahwa semua dugaannya yang tadi itu salah besar.
“mamaku dirawat di rumah sakit ini,” ujar kemal, seperti bisa menjawab pertanyaan karin di dalam benaknya.
karin masih diam dalam keterkejutan. ia ingin bicara tapi suaranya tercekat di tenggorokan.
saat langkah kaki mereka berdua menapaki lantai rumah sakit yang dingin, suara bising dari teriakan para pasien memenuhi gendang telinga. sebagian dari pasien itu berlarian kesana kemari, meneriakkan sesuatu, bahkan ada yang menangis sampai tersedu-sedu. tidak tau apa alasannya, mereka semua terlihat seperti kehilangan arah.
karin menunduk, ia tidak pernah ke tempat ini sebelumnya. sudah pasti ia terkejut dan takut dalam waktu yang sama.
“sini deketan,” bisik kemal sambil meraih pundak karin untuk menjaganya tetap dekat dengan lelaki itu.
langkah demi langkah membawa karin ke sebuah bangunan rumah yang berdiri kokoh dekat pohon akasia yang berakar kuat. letaknya terpisah beberapa meter lebih jauh dari gedung utama. karin masih terus berjalan mengikuti langkah kemal di sampingnya.
setelah sampai, kemal tampak berbincang dengan salah satu suster perawat disana sebelum mengajak karin masuk ke dalam. “yuk, rin? gak usah takut ya? kan ada aku.”
karin melangkah masuk, melihat sosok wanita berambut panjang sedang duduk di atas kursi roda tanpa suara. tatapan mata kosong seperti tiada lagi tujuan untuk bertahan hidup, raut wajah pucat pasi, bibirnya kering. ketika karin memberanikan diri untuk mendekat, kemal tengah berlutut di depan wanita itu.
“karin, kenalin ini mamaku,” ujar kemal, memperkenalkan mamanya pada karin yang masih berdiri mematung di samping kursi roda. perhatian kemal lantas tertuju lagi kepada mamanya. “ma, ini karin. pacarnya kemal. yang sering banget kemal ceritain ke mama. pacar kemal cantik banget ya, ma?”
tak ada jawaban. ratih, mamanya kemal, masih bungkam tanpa suara. wanita itu bahkan sama sekali tidak melirik anak bungsunya yang kini sedang berlutut sambil terus mencoba membangun komunikasi.
karin mendadak sesak napas, ia menggigit bibir kuat-kuat agar tangisan yang sejak tadi ia tahan tidak keluar. ia sudah mendengar cerita hidup kemal semasa kecil dari suster ani, yang membuat karin heran adalah bagaimana kemal masih bisa bertahan di tengah ketidakadilan yang sering lelaki itu dapatkan?
“selamat ulang tahun, tante,” kini giliran karin yang berlutut di samping kursi roda. sembari mengelus punggung tangan ratih, karin merapalkan berbagai doa dalam hati. “makasih udah ngelahirin kemal. karin bersyukur banget bisa ketemu sama anak tante. karin juga seneng bisa ngerayain ulang tahun bareng kayak gini. semoga di tahun-tahun berikutnya, kita tetep bisa ngerayain bareng ya, nte?”
saat karin mengucapkan itu, kemal membiarkan air matanya mengalir membasahi pipi karena ia tau bahwa beberapa tahun kemudian, keadaan diantara mereka tidak akan sama lagi seperti hari ini.
“dulu waktu kak dimas masih ada, aku sering main kesini,” kemal angkat bicara saat pintu apartemen sudah terbuka. menampakkan ruangan besar dengan cat putih tulang yang membalut setiap dinding. terpajang banyak foto kemal dengan kakaknya di tiap sudut ruangan, menunjukkan betapa dekat hubungan mereka berdua. “tapi setelah dimas pergi, aku jarang kesini karena...”
kemal tidak lagi melanjutkan ucapannya, karin mengangguk mengerti sembari mengelus punggung lelaki itu, berusaha menyalurkan kekuatan yang ia punya.
apartemen ini terdiri dari dua kamar yang berjajar di sisi kanan, berhadapan langsung dengan living room dan pantry. balkon yang berada di luar dibatasi dengan pintu kaca sehingga pemandangan di luar masih bisa terlihat dari dalam.
“kamu masih inget gak cita-citaku waktu kecil mau jadi apa?” tanya kemal tiba-tiba.
“zookeeper? aku inget kamu cerita di atas motor waktu pertama kali kamu nganterin aku pulang,” jawab karin sedetail mungkin.
“sekarang udah berubah rin. makin dewasa, aku pengen yang realistis,” kata kemal lagi, “sekarang cita-citaku sederhana, aku cuma mau punya keluarga yang harmonis. itu aja.”
sepasang tangan melingkar di atas perut kemal; ternyata karin sedang memeluk lelaki itu dari belakang, “nanti kita bikin keluarga harmonisnya bareng-bareng ya, mal.”
kemal mengulas senyum setelah mendengar itu, meski hatinya masih terasa sesak di dalam sana. “aku gak begitu deket sama mama karena mama selalu sibuk ngurus kak dimas, makanya waktu kecil, aku lebih deket sama nenek. dulu nenek pernah bilang begini sama aku rin,
mungkin mamamu itu belum bisa jadi ibu yang sempurna untuk kamu, mal. tapi suatu saat nanti, di masa depan, atau mungkin beberapa tahun lagi, akan ada perempuan yang datang ke dalam hidup kamu dengan segala kesempurnaannya. mungkin saja dia bisa jadi pengganti mamamu. ia akan merawat dan menyayangi kamu apapun yang terjadi, persis seperti yang dilakukan mama untuk papamu selama ini. ketika saat itu tiba, kamu mungkin akan mengerti bagaimana rasanya dihargai dan dicintai.
karena aku masih kecil, jadi aku gak terlalu mikirin apa yang dibilang nenek. tapi sekarang aku ngerti dan sadar kalo omongan nenek itu terbukti,” kemal berujar sambil memutar balikkan badan, menghadap karin yang saat ini tengah menatap lelaki itu dengan sorot kebingungan.
“perempuan itu ternyata beneran dateng, sekarang dia lagi berdiri di depanku. perempuan itu..... namanya karinadine.”