hope i'll always have you in my mind, so that i know to found you everytime.

2020, jauh sebelum cerita mereka dimulai.

naka mengunjungi perpustakan lagi hari ini.

padahal ia bukan tipe laki-laki yang suka berdiam diri di perpustakan atau menghirup aroma khas yang menguar tiap kali ia membuka buku. naka berada disini karena ia butuh referensi dari tugas kuliahnya yang belum juga tuntas dan ternyata ia juga butuh sedikit ketenangan disana sebab suasana perpustakaan yang sepi dapat menenangkan dirinya sendiri.

alasan lainnya yang gak pernah diketahui orang lain, adalah karena naka sedang mencari seseorang di perpustakaan —seorang perempuan dengan rambut panjang dan poni pendek yang menutupi dahi. di hari dimana naka pertama kali melihatnya secara sekilas, ia langsung ingat dengan nasa. perempuan itu, mirip sekali dengan kembarannya yang telah tiada.

hari berikutnya naka ke perpustakaan, ia mencari perempuan itu lagi. naka bahkan memutari setiap rak buku, mencari dengan teliti, menunggu disana sampai lehernya kaku, namun perempuan itu tidak ada disana. naka sudah bertanya pada penjaga perpustakaan tapi hasilnya nihil karena ciri-ciri perempuan yang dicari naka —dengan rambut panjang berponi, tidak hanya ada satu di kampus ini.

sampai hari-hari berikutnya naka jadi rajin mengunjungi perpustakaan, hanya untuk mendapati kenyataan bahwa ia tak lagi bertemu dengan perempuan yang sedang ia cari.


“gue gak akan mau ke perpustakaan kampus lagi,” kata naia, bicara dengan tegas di hadapan megan dan dhanti.

“lah kenapa?” dhanti bertanya.

“kemal bilang di perpustakaan ada penunggunya, dia liat waktu itu ada kuntilanak lagi baca buku.”

“wih, rajin amat tuh setan ya, gue kalah rajin,” sahut dhanti sambil ketawa.

megan menimpali, “nai, udah gue bilang gak usah bergaul lagi sama kemal. tuh cowok cuma ngibulin lo doang.”

“gak deh meg, gue percaya sama kemal karena gue tau dia beneran bisa liat apa yang gak bisa kita liat.”

dhanti tertawa lagi, “iya dah terserah lo, nai. ini mah balik ke kepercayaan masing-masing aja.”

“nai, gue baru ngeh rambut lo bagus juga kalo dipotong pendek gini,” megan mengubah topik sembari mengomentari potongan rambut naia yang baru.

naia tertegun selama beberapa saat setelah dipuji. “iya kemarin gerah banget soalnya makanya gue potong pendek sebahu.”

“gak dipakein poni lagi?”

“enggak mau, pokoknya sekarang new hair, new me and new happiness.”

“kirain new sadness, soalnya abis patah hati kan liat kemal jadian sama—”

“gak usah sebut nama ceweknya kemal, please,” naia memotong ucapan dhanti sambil menutup kedua telinganya. naia sebenernya sudah tau siapa nama ceweknya kemal, ia hanya tidak ingin mendengar namanya because it's kinda hurt her feelings. maka naia meminta kedua temannya untuk gak mengungkit nama karin kecuali jika naia yang memintanya sendiri.

setelah berbincang dengan megan dan dhanti, naia pamit undur diri untuk pergi ke ruang administrasi. siapa sangka kalau disana ia justru akan bertemu dengan sosok yang saat ini sedang mati-matian ia hindari.

aduh, naia membatin dalam hati sambil mengalihkan pandangan ke lain arah. intinya supaya kemal gak melihat eksistensinya di sekitar sana.

namun takdir gak pernah berpihak baik kepada perempuan itu.

“hei, naia!” kemal malah memanggil namanya.

anjir malah disapa, naia membatin lagi sambil meringis. kemudian ia menoleh pada kemal sambil memaksakan senyum. “hai, mal.”

“lama gak ketemu nih,” kata kemal.

iya soalnya gue sengaja ngehindarin lo. “hahaha iya nih soalnya gue lagi sibuk menata hati.”

kemal manggut-manggut sambil tertawa, “cepet sembuh hatinya ya nai.”

naia tersenyum pahit, “hehe makasih, mal.”

“eh potongan rambut lo bagus juga, jadi keliatan fresh gini. cantik, nai.” kemal memuji naia dengan maksud mengapresiasi penampilan baru perempuan itu, tetapi naia justru menangkap maksud lain. semesta mungkin memang suka bercanda. entah siapa yang harus disalahkan disini, naia dengan perasaan mudah jatuhnya atau kemal dengan sifat baiknya.

“hehehe makasih lagi, mal....” ujar naia pelan.

“eh iya sorry gue duluan ya, nai? pacar gue udah nunggu disana,” kemal menepuk pundak naia sekali, membuat naia seperti dijatuhkan lagi ke bumi setelah tadi sempat dibawa terbang ke langit. “lo gapapa kan sendiri?”

“iya gapapa mal, kan biasanya gue juga sendirian,” timpal naia sambil tertawa garing.

“oke, kalo gitu see you, nai.”

kemudian kemal pergi meninggalkan naia seorang diri di depan ruang administrasi. naia masih memperhatikan punggung lelaki itu yang semakin jauh dimakan oleh jarak. sepasang matanya berubah sendu melihat raga kemal dipeluk oleh perempuan cantik di ujung sana. kemal tampak bahagia di dalam pelukan karin. dan naia hanya bisa meratapi mereka berdua dari tempatnya berdiri —seperti ia sedang berusaha untuk tetap kuat di atas ribuan duri.

naia akhirnya tidak jadi masuk ke ruang administrasi karena ia gak tahan dengan rasa sakit yang menggerogoti hatinya. perempuan itu berbalik, lantas berjalan sambil menunduk, menangkup wajah sambil menahan tangis.

dari arah yang berlawanan, naka dan kian sedang berjalan santai menuju ke ruang administrasi. mereka bertiga saling berpapasan. kian harusnya menyapa naia karena naia adalah temannya, tetapi potongan rambut naia yang baru dan posisi naia yang berjalan sambil menutupi wajah membuat kian sama sekali gak mengenali keberadaan perempuan itu.

naia justru malah menabrak bahu naka.

namun, perempuan itu tetap berjalan menjauh tanpa mengucapkan kata maaf karena ia sudah kepalang sedih.

naka sampai berhenti melangkah setelah menyadari bahunya ditabrak begitu saja. ia bisa saja meluapkan amarah. tapi begitu menoleh ke belakang pada perempuan berambut sebahu yang kini sedang berjalan menunduk memunggungi naka, entah mengapa amarah lelaki itu langsung meluap hilang.

“woi ka, kok berhenti jalan?” kian membuyarkan lamunan naka.

“sorry,” naka menyusul langkah kian di depan sana. “eh ki,”

“kenapa?”

“lo pernah gak ngerasa lagi gak kenapa-napa tapi tiba-tiba lo jadi sedih?” tanya naka.

“kalo gue pribadi sih jarang ngerasa begitu,” jawab kian, “kenapa emangnya? lo lagi ngerasa?”

naka menggedikkan bahu. “just asking.”

“kalo misal nih lo ngerasa sedih tiba-tiba tanpa alasan yang jelas, bisa jadi lo lagi depresi, ka.”

naka menggeleng, “nggak, ki. i'm good.”

glad to hear that,”

“cuma anehnya kadang gue ngerasa sedih tanpa alasan yang jelas, kayak hati gue ini abis ditusuk? ah, nevermind.”

“ka, pernah denger soulmate things gak?” kian bertanya dengan raut wajah sumringah.

“apaan itu?”

“gue gak memaksa lo harus percaya sama omongan gue, but i do believe in soulmate things. kayak gini gue misalin, lo lagi sedih tanpa alasan yang jelas sekarang, mungkin di luar sana soulmate lo lagi merasa sedih juga, jadi lo terhubung sama soulmate lo itu dengan merasakan kesedihan yang sama.”

naka menaikkan satu alisnya, “nonsense.”

“yaa gue kan udah bilang tadi terserah mau percaya apa gak, gue gak akan maksa.” sahut kian.

“terus kalo misalnya, yang lo bilang tadi itu bener—” naka menggantung ucapannya sambil menggaruk tengkuk, “what should i do for my-so-called-soulmate biar dia gak ngerasa sedih lagi?”

maybe you should find her,” jawab kian dengan raut meyakinkan. “make her believe in you or you can bring so much happiness for her?”

naka tidak menyahuti perkataan kian lagi, ia hanya menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa ia mengerti.

“ohiya satu lagi, ka,” kian angkat bicara sambil merangkul pundak naka. “as far as i know, soulmate doesn't supposed to hurt each other.”

naka terdiam, omongan kian barusan sangat membekas di benaknya.

“gih ka, mending dari sekarang cari tuh belahan jiwa lo.”

“ki, i don't know where she is,”

maybe she is here, around us. maybe she is now waiting for you to come,” kata kian lagi, “find her, naka. maybe your soulmate needs you.