meski hanya sebatas teman.
November, 2019.
dari awal berinteraksi dengan erisa, arjuna tau bahwa cewek itu sudah mengibarkan bendera perang pada dirinya. apalagi semenjak arjuna terpilih menjadi ketua kelompok mentoring saat masa ospek berlangsung. erisa dengan kepribadiannya yang gak mau kalah itu bilang bahwa ia bisa jadi pemimpin yang lebih baik dari arjuna dan gak mau melestarikan budaya patriarki. maka waktu akhirnya arjuna terpilih menjadi ketua karena ditunjuk langsung oleh salah satu kakak tingkat, erisa otomatis langsung menabung dendam.
alasan diatas mungkin sudah bisa menjelaskan mengapa arjuna dan erisa jarang sekali akur. setiap kali ada kesempatan bertemu, mereka pasti akan saling melempar ejekan. atau lebih tepatnya, erisa yang mulai mengejek lebih dulu sebagai pelampiasan terhadap kekesalannya pada arjuna. permasalahan sekecil apapun diantara mereka selalu dijadikan bahan perdebatan.
biasanya pihak yang menjadi penengah adalah karin. namun karena belakangan ini karin terlalu sibuk pacaran dengan kemal, ia jadi gak punya waktu lagi untuk menengahi perdebatan antara arjuna dan erisa.
sampai akhirnya mereka berdua jadi capek sendiri.
“ngapain kesini?” ketus erisa saat melihat kehadiran arjuna menghampiri dirinya yang sedang duduk di bawah pohon rindang.
“gue cuma mau numpang duduk, sa. bukan mau ngajak berantem,” balas arjuna kemudian duduk di tempat kosong tepat di sebelah erisa. ia menaruh tas berisi laptop di bawah bangku kemudian menempatkan gitar yang ia bawa di atas kedua paha.
“gue juga capek sih berantem mulu sama lo, bosen.”
“nah yaudah, makanya kita baikan aja. akur selamanya.”
erisa gak menanggapi, ia kembali fokus menyusun esai di laptop. arjuna sesekali memperhatikan gadis disampingnya sambil menggenjreng gitar, niatnya sih cuma mau mencairkan suasana dengan menyanyikan lagu cantik dari kahitna.
“cantik, ingin rasa hati berbisik. untuk melepas keresahan... dirimu... ooh cantik... bukan ku ingin mengganggumu. tapi apa arti merindu, selalu...”
erisa menghela napas panjang, awalnya masih membiarkan tindakan arjuna yang seenaknya bernyanyi tanpa ijin padahal erisa sama sekali gak mau mendengarkan. namun lama- kelamaan, lirik yang dinyanyikan lelaki itu jadi ambigu karena terlalu merujuk pada suatu hal yang membuat konsentrasi erisa jadi terganggu.
“jun, kalo lo ngelanjutin lirik lagu itu lagi, sumpah gue bakal mukul muka lo pake sepatu gue,” ancam erisa.
arjuna terkekeh, “kenapa sih emangnya? gue kan cuma nyanyi, sa, gue juga punya hak buat bersuara.”
“dan gue juga punya hak buat nyuruh lo diem karena gue yang nempatin bangku ini duluan.”
skakmat. arjuna gak memiliki sanggahan yang tepat untuk membalas omongan erisa barusan. pada akhirnya lelaki itu hanya diam sambil terkekeh kecil. entah apa yang lucu, mungkin raut wajah erisa-lah penyebabnya.
“liat tuh temen lo yang lagi boncengan,” arjuna mengalihkan topik, menunjuk pada dua insan yang sedang berboncengan dengan mesra di atas sebuah sepeda onthel.
erisa menoleh ke arah yang ditunjuk arjuna, sepasang matanya menangkap eksistensi kemal dan karin yang tengah mengitari pelataran kampus menggunakan sepeda tersebut. beberapa meter di belakang, sosok lelaki berkacamata membuntuti mereka berdua.
“kemal! karin! iku sepeda onthelku!” riki berteriak sambil menahan lelah karena sejak tadi mengejar sepedanya yang diambil paksa oleh kemal.
“minjem, rik. entar sepedanya gue balikin kalo bannya udah bocor,” sahut kemal, sebelum bahu lelaki itu dipukul oleh karin. “riki, maaf yaa kemal mulutnya gak bisa dikontrol. nanti sepedanya kita balikin kok kalo udah sampe depan fakultas teknik. oke ya rik?” kini giliran karin yang bersuara sampai membuat riki pasrah membiarkan mereka berdua menaiki sepeda onthelnya tersebut.
“si bucin gak tau tempat,” ketus erisa sambil bergidik geli. arjuna hanya tertawa, masih dengan mata yang memandang kemal dan karin dari kejauhan. erisa berdehem singkat sebelum angkat bicara lagi, “nggak usah cemburu gitu, jun. biasa aja ngeliatinnya.”
“hah apa? siapa yang cemburu?” arjuna kebingungan sendiri.
“ya lo lah?” sahut erisa langsung, “jujur aja sih, lo diem-diem suka kan sama karin? tapi karena sekarang karin udah jadi milik kemal makanya lo cuma bisa jadi pengagum rahasia.”
arjuna tertawa lagi, kali ini lebih kenceng dari yang tadi. “teori lo barusan aneh banget, sa.”
“tapi gue bener kan?”
“iya, gue emang suka sama karin,” kata arjuna.
erisa langsung membatin dalam hati, tuh kan bener apa dugaan gue.
“but not in a romantically way, gue suka karin karena dia udah jadi temen yang baik buat gue. bukan rasa suka kayak yang lo maksud,” ujar arjuna menjelaskan. “lagian gue bukan tipe temen yang suka ngambil apa yang seharusnya jadi milik temen gue. ya intinya, gue tau batasan lah.”
erisa manggut-manggut, “iyaa gue paham.”
“malah kayaknya lo deh yang keliatan masih demen sama kemal,” kata arjuna tiba-tiba.
“mulut lo ngawur.”
“gue tau, sa. gue tau lo dulu pernah nembak kemal pas sma,” arjuna membeberkan fakta yang membuat erisa jadi panik sendiri. “kemal cerita sama gue pas lagi mabok, dia nyeritain semuanya, gue dengerin aja.”
“anjing si kemal,” umpat erisa. “bisa-bisanya dia cerita ke lo.”
“tau nggak, sa? sekali lo confess ke cowok, hal itu bakal jadi bahan omongan terus di tongkrongan mereka.”
“iya gue tau tapi kan itu udah lama, udah basi banget! gue juga udah gak suka. ngapain masih diungkit? bangsat ih si kemal, liat aja bakal gue apain tuh cowok kalo ketemu gue lagi.”
arjuna menepuk-nepuk pundak erisa, bermaksud meredakan emosi gadis itu, “jangan ya, sa. kalo lo ngehajar kemal yang ada lo malah dihajar balik sama karin. ribet nanti urusannya.”
erisa mengacak rambutnya sendiri, bener-bener frustasi. “ah anjing gue nyesel banget pernah confess ke jamet.”
“gimana rasanya ditolak, sa?” tanya arjuna iseng sambil satu tangannya merapihkan rambut erisa yang berantakan.
“gak enak. harga diri gue kayak diinjek-injek. kayaknya waktu itu gue lagi gila deh sampe bisa confess segala. makanya kan gue bilang ke karin jangan mau deh sama jamet, soalnya suka nyakitin. yah ujung-ujungnya karin jatuh juga kan ke kemal. untung nasibnya bagus,” ujar erisa. “eh ini dijadiin rahasia diantara kita aja ya jun? please jangan kasih tau ke siapa-siapa, jangan kasih tau karin juga.”
arjuna tersenyum jahil, “ya itu tergantung sih~”
“iya iyaa gue janji gak bakal nyari ribut lagi sama lo. sumpah, pegang omongan gue,” ujar erisa.
“oke, berarti abis ini gak ada perdebatan atau pertengkaran lagi diantara kita ya?” kata arjuna, kedua mata lelaki itu menyipit persis seperti kucing sementara alisnya sengaja dinaik-turunkan. erisa hanya berdehem menanggapi sembari mengalihkan pandang, sebab menatap wajah arjuna hanya akan membuat jantung gadis itu jadi berdetak tak karuan.
“gimana tuh kabar hubungan lo sama kating yang waktu itu?” tanya erisa.
“kak sargin? dia kayaknya gak tertarik sama gue padahal udah gue kejar terus. yah, mau gimana lagi? gue gak bisa maksain perasaan orang,” kata arjuna. “gue juga manusia yang bisa capek kalo perjuangan gue gak dihargain. jadi mending mundur aja.”
“mungkin dia emang bukan cewek yang tepat buat lo. gak usah sedih dah, cewek masih banyak.”
arjuna menyetujui omongan erisa, “lo sendiri gimana, sa? masih sama leon?”
“udah enggak, gue gak bisa bertahan dalam hubungan tanpa status. gue juga tau kok kalo selama ini leon mepetin cewek lain, daripada gue makan hati mending gue udahin aja.”
arjuna mengangguk. “good job, cewek keren.”
“apanya yang keren?”
“lo keren, sa. gak semua cewek berani buat mutusin hubungan yang gak baik buat diri mereka sendiri, sebagian dari mereka malah nahan.”
erisa tersenyum kecil, “apaan sih? biasa aja kali.”
“sa, kalo gue nyanyi lagi boleh nggak?” tanya arjuna. ia sengaja meminta ijin pada erisa karena kalo enggak, mungkin arjuna bakal jadi samsak cewek itu.
“nyanyi aja, gue pengen denger sebenernya seberapa bagus suara lo.”
“jangan ngeremehin gitu dong, dulu gue dapet juara satu lomba nyanyi sekabupaten bekasi tau.”
“jurinya pasti budek sih kata gue.”
arjuna tertawa mendengar perkataan erisa, lalu ia kembali memainkan senar gitarnya. petikan senar itu perlahan berubah menjadi sebuah alunan nada yang terdengar menenangkan. sementara bibir arjuna terbuka, menyanyikan salah satu lagu dalam album konspirasi alam semesta milik fiersa besari. suaranya terdengar berat, namun halus di saat yang sama.
“bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung, akulah orang yang selalu ada untukmu... meski hanya sebatas teman...”
degup jantung erisa makin gak karuan. ia paham bahwa arjuna punya maksud tertentu dibalik lagu yang dinyanyikannya barusan. maka sebelum semuanya berakhir jadi kacau, erisa kembali bicara.
“yeah, we are just friends, jun. please remember that.”
arjuna mengangguk sembari menopang dagu, pandangannya lurus menatap kedua manik mata erisa sambil mengulas senyum lebar. wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah erisa. “but friends do not look at each other like that.”